Beberapa lembaga pendidikan ternama terlibat dalam pelatihan Teknologi Informasi (TI) bersertifikat internasional. Apa saja keunggulannya dibandingkan yang lainnya? Pada awalnya, sertifikat di bidang TI tidak terlalu dibutuhkan. Yang mutlak diperlukan ada skill. Namun, semakin tingginya tingkat persaingan membuat sertifikasi menjadi sebuah tolok ukur yang penting.
Karenanya, kini para vendor besar mengeluarkan sertifikasi yang menjadi sebuah pengakuan bahwa pemegang sertifikat tersebut memang benar-benar menguasai teknologi yang terkait dengan produk yang dibuatnya. Vendor pertama yang mengeluarkan sertifikasi adalah Novel, yaitu sekitar awal tahun 1990. Setelah era Novel Netware tersebut mulailah para vendor besar lainnya juga mengeluarkan sertifikasi.
Kini hampir semua semua vendor besar, seperti Microsoft, Cisco, Oracle, Sun telah membuat sistem sertifikasi. Alasan mereka mengeluarkan sertifikasi tersebut tidak lain adalah untuk memastikan bahwa engineer yang memiliki sertifikat tersebut mengerti betul teknologi yang dikeluarkan oleh vendor tersebut. Dengan begitu, orang yang telah memegang sertifikat tersebut akan diterima bekerja di semua negara.
Tetapi sayang, sertifikasi di bidang TI bersifat sangat product oriented. Berbeda dengan seorang insinyur pertanian, dengan ilmu yang didapatkannya dibangku kuliah dia akan mengetahui berbagai hal yang berhubungan dengan pertanian, mulai dari tanaman jagung hingga padi dan berbagai persoalannya. Sedang sertifikasi TI tidaklah demikian, ketika seseorang memiliki sertifikat Cisco misalnya, dia hanya akan mengetahui tentang teknologi yang dikembangkan oleh Cisco dan software yang dibuat oleh microsoft saja. Semakin kompleknya teknologi, membuat jenis sertifikasi semacam ini cukup efektif. Sangat mustahil orang akan menguasai semua teknologi yang sangat banyak itu. Untuk satu jenis software saja dibutuhkan kemampuan yang cukup tinggi.
Keunikan lain dari sertifikasi TI adalah adanya kontinuitas, dalam artian seorang software engineer harus terus mengup-date sertifikasi yang dipegangnya, paling tidak selama dua tahun. Ini dilakukan karena teknologi software termasuk teknologi yang sangat cepat perkembangannya. Karenanya, vendor yang bersangkutan memberikan batasan waktu atas sertifikat yang dikeluarkan. Bila dalam jangka waktu yang sudah ditentukan tersebut habis, maka pemegang sertifikat harus memperpanjangnya dengan cara mengikuti lagi ujian sertifikasi.
Untuk menjadi seorang software engineer memang diperlukan sebuah jalan yang cukup panjang. Mereka terlebih dahulu harus menguasai teknologi informasi dasar. Biasanya skill semacam ini bisa mereka dapatkan di lembaga pendidikan formal seperti Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung atau Universitas Bina Nusantara. Selanjutnya untuk implementasi langsung di lapangan, ilmu dan skill yang mereka miliki tersebut tidaklah cukup. Mereka membutuhkan sesuatu yang lebih spesifik terhadap penguasaan satu teknologi yang harus diperolehnya melalui sertifikasi.
Vendor-vendor besar kini telah memulai kerjasama dengan berbagai perguruan tinggi dalam sertifikasi ini. Selain perguruan tinggi, berbagai lembaga pendidikan nonformal juga terlibat dalam pendidikan bersertifikasi ini. Salah satu lembaga itu adalah Inixindo. Pusat pelatihan TI yang didirikan pada tahun 1995 ini telah berhasil mengantongi ijin untuk memfasilitasi tes sertifikasi Microsoft, Cisco System, Oracle dan Sun Microsystem.
Selain itu, seperti diungkapkan oleh General Manager Inixindo, Didik Partono R, Inixindo tidak memberikan pelajaran berupa academic training. “Memang sebagaian besar atau bahkan hampir semua orang yang datang untuk mengikuti pelatihan di sini adalah mereka yang sudah mempunyai dasar atau yang sudah menekuni profesi di bidang Teknologi Informasi,” ungkap Didik kepada eBizzAsia saat ditemui di kantornya di Wisma Bisnis Indonesia, Jakarta.
Mengingat sebagian besar peserta pelatihan adalah orang yang sudah bekerja, maka Inixindo membuat jadwal pelatihan yang begitu padat, sehingga lama masa pelatihan bisa lebih singkat. “Tidak mengkin orang yang sudah bekerja bisa mengikuti masa kursus selama tiga bulan misalnya, maka kita membuat jadwal pelatihan selama 10 hari misalnya,” ujar Didik lagi.
Untuk mengikuti program pelatihan yang biasanya membutuhkan waktu 10 hari tersebut, peserta pelatihan harus merogoh kocek yang tidak sedikit. Mereka harus membayar biaya pelatihan yang berkisar antara Rp 1.850.000,- hingga Rp 3.950.000,-. Besarnya biaya itu didasarkan pada program yang diambilnya. Tidak semua peserta pelatihan di Inixindo mengambil ujian sertifikasi. “Itu semua tergantung kebutuhan, ada yang memang hanya membutuhkan skill saja, apalagi jika mereka dikirim atas biaya kantor tempat dia bekerja,” tutur Didik.
Dari keseluruhan peserta pelatihan yang mengikuti sertifikasi, tentu tidak semuanya lulus. Tingkat kelulusan peserta pelatihan di Inixindo juga berbeda beda, tergantung program yang diambilnya. Untuk Cisco dan Microsoft, misalnya mempunyai tingkat kelulusan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan Oracle. Menurut Didik, tingginya tingkat kelulusan untuk Microsoft dan Cisco disebabkan karena buku-buku tentang kedua software tersebut cukup banyak tersedia.
Selain itu, kebijakan vendor dalam hal sertifikasi ini, juga sangat berpengaruh terhadap tingkat kelulusan. Cisco, misalnya, untuk mendapatkan sertifikasi, hanya diperlukan satu kali tes saja. Berbeda dengan Oracle, untuk mendapatkan sertifikasi, siswa harus lulus empat hingga lima ujian. Demikian juga dengan Microsoft, untuk mengantongi sertifikat dari perusahaan software terbesar ini, peserta harus melalui setidaknya tujuh jenis ujian.
Untuk memudahkan peserta pelatihan dalam mengikuti ujian sertifikasi, Inixindo mesti bekerja keras. Buktinya tingkat kelulusan yang dicatat oleh Inixindo cukup memuaskan. Untuk Cisco, mereka mampu membawa anak bimbingnya lulus dengan tingkat kelulusan hingga 80%.
Tahun 2002, Inixindo tercatat telah meluluskan siswanya dalam ujian sertifikasi Cisco sebanyak 400-an orang. Sedang untuk Microsoft dan Oracle, Didik tidak menyebutkan angka kelulusan, karena angkanya tidak terlalu signifikan. “Terus terang, kita memang tengah menjajagi untuk kedua software tersebut, dan mulai sekarang kita dalam proses menyiapkan pematangan sertifikasi Microsoft dan Oracle,” ujar Didik.
Banyaknya peserta pelatihan di Inixindo yang memilih untuk mengikuti ujian sertifikasi Cisco, disebabkan oleh tingginya permintaan. Hal ini dikarenakan tingkat popularitas Cisco yang sudah cukup bagus. Di sebuah majalah sertifikasi di Amerika, Cisco selalu menduduki peringkat kedua. Tentu saja, popularitas yang cukup tinggi itu membuat pemilik sertifikat itu juga mempunyai nilai yang lebih tinggi.
Selain popularitas, tes yang relatif lebih pendek dan tak terlalu sulit, membuat orang lebih memilih dan mengincar sertifikat ini. Lamanya tes dan jalan yang harus dilalui untuk mendapatkan sertifikat secara otomatis juga berpengaruh terhadap biaya yang harus dikeluarkan. “Bayangkan, untuk mendapatkan sertifikat Oracle dan Microsoft jalannya cukup panjang. Dari situ bisa dihitung betapa besar biaya yang harus dikeluarkan,” jelas Didik.
Berbagai pertimbangan tersebut, membuat Cisco lebih dipilih. Pasalnya untuk mendapatkan sertifikat dari software yang mempunyai popularitas bagus ini, orang tidak perlu merogoh kocek yang terlalu besar. “Cukup satu kali training dan satu kali tes saja, mereka akan mendapatkan sertifikat yang nilainya juga cukup bagus,” kata Didik.
Jika dilihat kebelakang, Sisco termasuk belakangan dalam sertifikasi ini, tetapi entah mengapa popularitasnya justru mampu mengungguli Oracle dan Microsoft. Tetapi, kini Cisco sudah mulai juga memperketat sertifikasinya. Karena jika jumlah engineer sudah terlalu banyak, maka valuenya juga akan rendah. Tingkat kesulitan secara materi untuk mengantongi sertifikat Microsoft sebenarnya tidak terlalu sulit. Hanya saja jumlah tes yang harus diambil terlalu banyak. “Kalau dilihat dari tingkat kesulitan secara materi, antara Microsoft, Oracle dan Cisco hampir sama. Cuma jumlah tes yang dilalui yang membedakannya,” tambah Didik.
Dari segi biaya, harus diakui bahwa Oracle menetapkan ongkos tes yang paling mahal untuk setiap tes. Selain itu, testing score-nya juga relatif sulit dibandingkan yang lain. Inilah yang menyebabkan jumlah peminatnya relatif kecil. Dan hal itu pula yang menyebabkan pemegang sertifikat Oracle ini memiliki nilai yang sangat tinggi. Bagi pemegang sertifikat ini, tentu saja memberikan nilai lebih. Mereka secara otomatis akan memiliki daya jual yang lebih tinggi, dibandingkan mereka yang tidak mempunyai sertifikat.
Tentu saja, sertifikasi ini juga lebih memudahkan perusahaan dalam mencari tenaga TI yang diinginkan. Mereka pasti akan lebih memilih pelamar yang mempunyai sertifikat. “Coba lihat saja, kalau ada lowongan untuk programmer, misalnya. Tenaga yang dibutuhkan hanya 2 orang tetapi yang mendaftar bisa ratusan, bahkan ribuan. Nah dengan adanya sertifikasi ini, akan lebih memudahkan mereka dalam mendapatkan pekerjaan, jelas Didik.•••