E-BUSINESS CASE

Kliring Tanpa Kertas ala Bank Indonesia

Kliring Tanpa Kertas ala Bank Indonesia

Dengan RTGS proses kliring menjadi lebih cepat, efisien dan dapat dilakukan kapan saja. Kini, sistem tersebut sudah diterapkan di 25 kota di Indonesia. Transaksi tanpa kertas atau paperless tidak lagi menjadi sesuatu yang istimewa.

Dengan majunya teknologi informasi, berbagai transaksi kini tidak harus dilakukan secara face to face. Melainkan bisa dilakukan secara digital melalui sistem terkoneksi yang disesuaikan dengan kebutuhan. Selain prosesnya lebih cepat dan mudah, transaksi tanpa kertas ini ternyata juga lebih hemat.

Itulah sebabnya dunia perbankan buru-buru menyerap implementasi ini. Salah satunya adalah Bank Indonesia melalui penerapan sistem RTGS (real time gross settlement). Sistem ini diterapkan sebagai pengganti sistem kliring yang dulunya dilakukan secara manual. RTGS ini dibuat sedemikian rupa sehingga semua kegiatan kliring dapat dilakukan melalui komputer. “Diharapkan dengan sistem kliring tanpa kertas ini pembayaran dapat dilakukan lebih cepat, efisien dan kapan saja,” kata Aribowo, Analis Senior Biro Pembayaran Nasional Bank Indonesia kepada eBizzAsia.

RTGS merupakan sebuah sistem settlement berbasis gross dengan koneksi elektronis on-line antara Bank Indonesia (BI) dengan bank-bank, baik bank swasta maupun bank pemerintah. Pada dasarnya, RTGS adalah proses penyelesaian akhir transaksi (settlement) yang dilakukan per transaksi (individually processed/gross settlement) dan bersifat real time. Menurut Aribowo, tujuan dibuatnya sistem ini adalah untuk menyajikan sarana transfer antar bank yang lebih cepat, efisien dan aman kepada bank dan juga para nasabahnya.

Bagi BI, penerapan sistem RTGS ini tentu saja bakal memudahkannya dalam melakukan pengawasan arus perputaran uang yang terjadi antar bank. Diharapkan kliring tanpa kertas ini mampu mengurangi risiko sistem pembayaran. Tak hanya itu, RTGS juga memungkinkan BI memonitor short term interest rate, aliran pembayaran dan likuiditas yang terjadi di pasar. “Demikian juga dengan bank peserta RTGS ini secara otomatis dapat mengeliminasi risiko kredit, risiko likuiditas dan risiko sistemik,” tambah Aribowo.

Dengan menggunakan V-shapped structure, mekanisme transfer via RTGS ini tidaklah rumit. Pertama, bank harus meng-input transfer kredit ke dalam terminal RTGS. Selanjutnya diteruskan ke RCC (RTGS Central Computer) di BI. RCC inilah yang akan memproses saldo rekening bank pengirim. Jika saldo cukup, sama, atau lebih besar dari nilai nominal transfer kredit, RCC akan melakukan posting secara stimultan pada rekening giro bank pengirim dan bank penerima.

Setelah kredit transfer berhasil diproses, secara otomatis akan ditransmisikan oleh RCC ke terminal RTGS bank penerima. Tetapi, ketika saldo tidak mencukupi, kredit transfer ditempatkan ke dalam daftar antrian mesin RTGS. RCC inilah yang akan bertugas mengecek kecukupan saldo tersebut. Setelah saldo mencukupi, barulah proses tranfer bisa dilakukan oleh RCC.

Untuk setiap transaksi, bank peserta RTGS dikenakan biaya transaksi yang bervariasi. “Pada dasarnya BI mematok biaya transaksi tertentu bagi bank peserta RTGS. Namun mereka bisa membuat kebijakan sendiri dalam hal ini,” kata Aribowo. Patokan resmi dari BI adalah Rp 10.000,- pertransaksi single credit. Sedangkan untuk multiple credit (satu transaksi untuk 10 rekening penerima di bank yang sama) biaya yang dipatok adalah Rp 50.000,-.

Sebuah sistem berbasis teknologi, betatapun majunya tentu mempunyai risiko. Untuk mengantisipasi adanya kisruh hukum antarbank peserta RTGS, BI tak lupa menyiapkan amunisi yang cukup ampuh yakni by-laws. Dalam perangkat hukum ini terdapat beberapa butir perjanjian antara bank-bank peserta RTGS dalam mencapai keseragaman pelaksanaan pembayaran antarbank via internet ini. Dengan demikian, jika pembayaran antarbank mengalami kegagalan, maka pihak-pihak yang berkepentingan bisa mengajukan kompensasi.

Namun, BI merasa bahwa perangkat hukum itu belumlah mencukupi. BI juga membentuk komite arbritase untuk menangani jika ada sengketa yang besar. Komite inilah yang nantinya akan menyelesaikan sengketa atau masalah yang mungkin timbul antarbank peserta RTGS saat mereka melakukan transaksi. Komite arbitrase ini juga akan menindak bank yang tidak patuh pada peraturan. Karena keputusan akhir komite ini akan mengikat seluruh bank peserta RTGS.

Risiko sebuah sistem online terhadap pembajakan tidak dilupakan oleh BI. Dengan sigap, BI pun telah menyiapkan berbagai security layer. “Dengan pengamanan ini, kita berharap sistem RTGS dapat dioperasikan secara aman,” tutur Aribowo. BI juga telah meminta kepada auditor TI untuk mengaudit seluruh aplikasi RTGS ini.

Sejak diimplementasikan bulan November dua tahun silam, ternyata RTGS ini terbukti sukses menurunkan risiko pembayaran. Tak heran jika sambutan dunia perbankan sangat positif terhadap kehadiran RTGS ini. Kini tercatat 17 bank swasta dan bank pemerintah yang menjadi peserta RTGS. Ketujuh belas bank tersebut antara lain Citibank, Bank Mandiri, BNI, BCA, Lippo Bank dan sederet bank lainnya. Bank Mandiri misalnya, merasa sangat diuntungkan dengan berbagai kemudahan yang disajikan oleh RTGS ini.

“Dengan RTGS ini, secara langsung rekening akan terpusat di BI. Dan tentu saja hal itu akan memudahkan kami dalam melakukan monitoring,” ujar Soeswidijono, Kepala Humas Bank Mandiri. Proses transfer yang lebih cepat jika dibandingkan dengan sistem kliring sebelumnya juga sangat dirasakan oleh bank Mandiri. “Enaknya lagi, pendapatan yang kami terima dari pengiriman dengan RTGS ini lebih besar ketimbang pengiriman melalui kliring,” tambah Soeswidijono.

Bagi Citibank, kemudahan yang diusung oleh RTGS ini dapat meningkatkan pelayanan terhadap nasabah secara real time. “Melalui RCC, transaksi yang kami lakukan dari dan ke Citibank sangatlah cepat. Dalam hitungan detik saja,” ucap Rita Mas’Oen, Country Technology Group Head Citibank. Selama ini mereka mengaku belum pernah terganjal masalah serius dengan sistem ini. Paling hanya masalah kecil yang berkaitan dengan jalur komunikasi saja.

Hingga saat ini RTGS sudah diimplementasikan di 25 kota, baik di Pulau Jawa dan luar pulau Jawa termasuk Indonesia bagian Timur. “Akhir September ini, kami akan memperluas jaringan ke Palembang dan Banda Aceh,” ujar Aribowo. BI berharap tahun depan RTGS bisa diterapkan di semua kota di Indonesia. Menurut Aribowo, pada bulan ini tercatat total 8000 transaksi perhari telah dilakukan dengan sistem ini.

Tetapi sayang, sistem ini hanya melayani transaksi dengan nilai nominal lebih dari Rp 1 milyar. Jika saldo giro di bawah jumlah yang telah dipatok, maka mereka akan masuk antrian dan harus melakukan transaksi secara konvensional. Namun awal Oktober ini bakal dilincurkan capping kliring yang bisa mengcover transaksi individu di atas Rp 100 juta. Yang pasti dengan RTGS kliring menjadi lebih menyenangkan.•••

Related Articles

The Fifth Utility

The Fifth Utility

Langkah Baru “Always On”

Langkah Baru “Always On”

Benahi Backend, Baru Frontend

Benahi Backend, Baru Frontend

GLOBAL TECHNOLOGY GROUP
PT Global Trimitra Mandiri
PT Global Tricitra Moderniti
PT Citra Media Prima

e-mail: halo(@)ebizzasia.com

Magazine

Visitor Counter

000052157752
Today: 5
This Week: 15
This Month: 18
Last Year: 520
Total: 52,157,752
  • Monday - Friday : 08.00 - 17.00 WIB