Mendengar kata India, asosiasi kita pun tertuju ke film-film Bollywood, yang penuh dengan tarian dan nyanyian para wanitanya dengan suara khas dan mendayu-dayu. Para penggemar film India di tanah air pun kini sudah tidak asing lagi dan begitu fasih menyebutkan nama-nama selebritis Bollywood, seperti Shahrukh Khan, Vivek Oberoi, Aishwarya Rai, Kareena Kapoor, Preity Zinta dan lain-lain.
Namun bagi para pemain teknologi informasi (TI), mendengar kata India, asosiasi mereka akan tertuju ke Bangalore, sebuah kota di negara bagian Karnataka, yang dipadati perusahaan-perusahaan piranti lunak kelas satu berorientasi ekspor. Begitu banyaknya perusahaan TI yang bercokol di Bangalore, perusahaan lokal maupun multinasional, berstatus usaha kecil menengah maupun milik korporat kelas kakap, membuat Bangalore kini dijuluki sebagai Silicon Valley-nya India.
Adalah Texas Instrument, raksasa elektronika AS yang pertama kali melihat Bangalore sebagai kota yang berpotensi sebagai basis pengembangan TI pada awal 80-an. Apalagi, India memiliki sumber daya manusia berkualitas tinggi berkat sistem pendidikan sains teoritis dan rekayasa yang kuat. Texas Instrument tinggal memolesnya dengan on-the-job training. Karena itulah, Texas Instrument akhirnya mendirikan pusat offshore research and development-nya di Bangalore pada tahun 1985.
Dimulai dengan hanya 16 orang insinyur, Texas Instrument India awalnya memiliki fokus dalam pengembangan piranti lunak otomasi desain chip VLSI (Very Large Scale Integration) yang menjadi platform manufaktur semikonduktor modern, dan kemudian terus membuat terobosan-terobosan baru dalam bidang perancangan semikonduktor. Bagai bola salju, langkah Texas Instrument mendirikan offshore development center kemudian diikuti oleh perusahaan-perusahaan lokal dan multinasional lainnya.
Suksesnya industri TI di Bangalore ini tidak terlepas dari peran pemerintah India dan taktik “jemput bola” jitu, dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang sangat kondusif. Kebijakan industrialisasi swadaya tahun 1970-an dan 1980-an diperbarui, liberalisasi perekonomian pun diberlakukan. Proses penanaman modal asing disederhanakan, sektor-sektor baru dibuka untuk penanaman modal asing maupun kepemilikan asing, serta insentif-insentif fiskal yang sangat menguntungkan industri
Langkah terpenting pemerintah India dalam menggenjot industri TI-nya adalah ketika Kementrian Teknologi Informasi India, yang kala itu masih bernama Kementrian Elektronika, mengeluarkan kebijakan ekspor piranti lunak komputer, pengembangan dan piranti lunak pada tahun 1986. Buah dari kebijakan ini adalah diformulasikannya skema Software Technology Park (STP) untuk mempromosikan dan memfasilitasi ekspor piranti lunak dari India pada 1990. STPI didirikan dengan tujuan untuk membangun dan mengelola fasilitas infrastruktur komunikasi data yang state-of-the-art dan menyediakan layanan lainnya, seperti technology assessment dan pelatihan profesional.
STP adalah skema berorientasi 100% ekspor untuk pengembangan dan ekspor piranti lunak komputer dengan menggunakan hubungan komunikasi atau media fisik, termasik ekspor layanan profesional. Skema ini sifatnya unik karena ia berfokus pada satu produk atau sektor, yakni piranti lunak komputer. Skema ini mengintegrasikan konsep 100% Export Oriented Units (EOU) dan Export Processing Zones (EPZ) dari pemerintah India dan konsep Science Park/Technology Parks yang diterapkan di belahan dunia lainnya.
Fitur unik dari skema STPI ini adalah ketentuan Single-Point Contact Services bagi para perusahaan yang tergabung dalam STPI, yang memungkinkan mereka melakukan ekspor yang setaraf dengan standar internasional. STPI juga bertindak sebagai resource center untuk menyediakan infrastruktur inkubasi usaha kecil dan menengah (UKM), dengan menawarkan fasilitas infrastruktur umum, seperti bangunan dan tanah siap pakai, fasilitas komputer yang terpusat dan komunikasi data kecepatan tinggi (HSDC – High Speed Data Communication). Fasilitas HSDC ini merupakan kontribusi penting STPI terhadap sektor ekspor piranti lunak. STPI merancang dan mengembangkan jejaring HSDC canggih bernama SoftNET, yang tersedia bagi para eksportir piranti lunak dengan harga bersaing. STPI mendirikan gateway internasionalnya sendiri di berbagai lokasi untuk penyediaan link HSDC bagi industri piranti lunak.
Akses lokal ke gateway internasional di berbagai pusat STPI disediakan melalui radio microwave Point-to-Point dan Point-to-Multipoint untuk loop lokal guna mengatasi kendala jarak dan memungkinkan STPI mempertahankan up-time sampai hampir 99.9%. Fasilitas komunikasi canggih ini terbukti mampu berperan sebagai tulang punggung kesuksesan dalam aktivitas pengembangan piranti lunak secara off shoring.
Selain itu, skema STP juga memberikan keuntungan-keuntungan lain berupa mekanisme perizinan satu atap, PMA 100%, pembebasan pajak impor oleh unit-unit STPI, impor barang-barang modal bekas pakai diizinkan, pembebasan pajak lokal untuk pembelanjaan domestik, penjualan ke pasar domestik diperbolehkan sampai batas 50 persen dari ekspor dan pembebasan pajak penghasilan perusahaan sampai bulan Maret 2010.
Skema STP ini memang terbukti mampu menggenjot pertumbuhan industri TI India. Dari negara bagian Karnataka saja, ekspor piranti lunak India melalui STP Bangalore dan beberapa STP lainnya (Mysore, Manipal dan Hubli) dalam kurun waktu sepuluh tahun meningkat lebih dari 1700 kali lipat, dari sekitar 1,2 juta dolar tahun 1991-1992, menjadi sekitar 2 milyar dolar pada 2001-2002. Jumlah perusahaan TI yang menempati kompleks STP Bangalore pun meningkat tajam dari hanya 13 perusahaan pada tahun 1991-1992 menjadi 1.038 perusahaan pada 2001-2002. Dari sekian banyak perusahaan TI 60 persen PMA sisanya, 35 persen adalah perusahaan lokal UKM dan 5 persen perusahaan besar lokal. Sebagian besar perusahaan ini bergerak di bidang jasa berbasis TI (IT enabled services, ITES), piranti lunak aplikasi, sistem dan komunikasi serta perancangan IC (Integrated Circuit).
Namun, industri TI India kini tidak hanya identik dengan Bangalore, karena di seluruh India sendiri terdapat 37 buah STP, dan nilai ekspor dari seluruh STP, menurut catatan Nasscom (National Association of Software and Service Company) sekitar 6,145 milyar dolar pada tahun fiskal 2001-2002, dan Bangalore menyumbang sekitar 30 persen. Bandingkan dengan masa-masa awal STP India berdiri, nilai ekspornya “cuma” sekitar 150 juta dolar. Sebagian besar piranti lunak maupun jasa berbasis TI ini 63 persen diekspor ke negara-negara Amerika (AS, Kanada dan Amerika Latin), 26 persen ke negara-negara Eropa dan 4 persen ke Jepang.
Menurut catatan Nasscom, industri piranti lunak dan jasa berbasis TI India mencatat pertumbuhan 22 persen selama 2001-2002 senilai 10.1 milyar dolar, dengan segmen ekspor piranti lunak mencatat pendapatan sekitar 7,68 milyar dolar. Sementara untuk tahun fiskal 2002-2003, Nasscom memperkirakan bahwa industri layanan piranti lunak akan menggaet pendapatan sekitar 12,3 milyar dolar. Sebagian besar jasa TI India ini dilayani dengan model offshoring, artinya seluruh pekerjaan dari klien-klien asing dilakukan di India (48 persen), sementara pekerjaan onsite mengambil porsi sekitar 47 persen dari ekspor piranti lunak India, dan ekspor software package hanya mengambil porsi lima persen saja. Industri BFIS (Banking, Finance and Insurance Service) tetap mendominasi target perusahaan TI India dengan menggaet 22 persen dari seluruh total ekspor. Sementara, telekomunikasi dan manufaktur juga menjadi sasaran favorit jasa TI India.
Meski ekspor piranti lunak India dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan, namun dari sisi pertumbuhan ada kecenderungan menurun. Dalam kurun waktu 2001-2002 misalnya, pertumbuhan ekspor piranti lunak hanya sekitar 23 persen. Bandingkan dengan kurun waktu 2000-2001, dimana pertumbuhannya mencapai 65 persen. Ketergantungan India terhadap pangsa pasar AS, merupakan pasar terbesar jasa TI India. Penurunan perekonomian AS dan penghematan besar-besaran perusahaan AS boleh dibilang biang keladinya. Pemain TI global asal AS seperti Cisco Systems, Intel dan Sun Microsystems tahun lalu mengumumkan pengurangan outsourcing teknologinya untuk penghematan biaya.
Namun di sisi lain, langkah penghematan yang dilakukan perusahaan-perusahaan global ini justru membawa berkah. Perusahaan-perusahaan tersebut melakukan penghematan dengan lebih berkonsentrasi pada core competence atau core business perusahaannya, sementara non-core business process-nya diserahkan atau dialihkan ke pihak lain. Akibatnya, peluang untuk meng-outsourcing non-core business process atau BPO (business process outsourcing) terbuka lebar. Bak gayung bersambut, industri TI India pun tidak menyia-nyiakan kesempatan ini, dan secara bertahap sektor ITES (IT Enabled Services) mulai menunjukkan taringnya. Sumber daya manusia India berkualitas dengan kemampuan berbahasa Inggris yang fasih serta tersedia dalam jumlah yang melimpah juga merupakan faktor tingginya pertumbuhan industri ITES India.
Merunut ke belakang, pasar IT-enabled outsourcing India mulai muncul pertengahan tahun 90-an, ketika perusahaan-perusahaan besar seperti American Express, British Airways dan GE-Capital mendirikan unit dukungan pelanggan dan layanan pemrosesan transaksi. Perusahaan jasa BPO lokal mulai tumbuh 3-4 tahun yang lalu, meski sebelumnya sudah berdiri beberapa perusahaan BPO healthcare dan CRM (Customer Relationship Management).
Kini, India menjadi pilihan utama bagi perusahaan dunia yang ingin meng-outsource berbagai layanannya, mulai dari call center dan layanan interaksi pelanggan lainnya, pemrosesan klaim asuransi, payroll processing, e-CRM, SCM, berbagai operasi back-office mulai dari accounting, data processing sampai data mining, GIS, animasi, jasa desain dan perekayasaan serta pelatihan on-line. Bahkan industri kesehatan, seperti layanan medical transcription pun tidak luput dari sasaran garapan perusahaan BPO India.
Menurut laporan Nasscom, kini, industri ITES India merupakan motor penggerak pertumbuhan ekspor India. Dalam kurun waktu 2001-2002, sektor ITES tumbuh sebesar 67 persen dengan kontribusi sekitar 20 persen dari seluruh ekspor jasa TI India. Dalam studi yang dilakukan Nasscom bekerjasama dengan perusahaan riset McKinsey, diperkirakan pendapatan sektor ITES India akan tumbuh menjadi 17 milyar dolar pada 2008, sementara secara global, pasar ITES pada saat yang sama akan meraup sekitar 142 milyar dolar. Besarnya kue pasar ITES membuat perusahaan-perusahaan TI tradisional mulai ngiler untuk terjun ke bisnis ITES. Perusahaan-perusahaan eksportir piranti lunak terkemuka seperti Wipro Ltd misalnya, yang merupakan eksportir software terbesar ketiga India, mendirikan anak perusahaan bernama Spectramind khusus untuk menggarap pasar BPO. Sementara eksportir software terbesar India, TCS (Tata Consultancy Service) juga memiliki perusahaan BPO-nya sendiri, Intelenet.
Ke depan, diperkirakan industri TI India masih akan mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan. Untuk tahun 2002-2003 ini, Nasscom memperkirakan industri TI akan meraup pendapatan sekitar 12,3 milyar dolar. Diperkirakan peran ITES akan semakin besar dalam pemasukan devisa, dengan pertumbuhan 65 persen menjadi sekitar 2,4 milyar dolar. Dari sisi geografis pasar, India memiliki peluang besar menggarap pasar Jerman, Perancis dan Italia di Eropa; Singapura, Korea dan Malaysia di Asia serta Cili, Meksiko, Uruguay dan Brazil untuk pasar Amerika Latin.