Perkembangan Teknologi Informasi (TI) memicu kebutuhan akan sumber daya manusia yang handal. Sertifikasi menjadi salah satu ukurannya. Dalam sebuah penelitian disebutkan bahwa pada tahun 2010 dibutuhkan sekitar 350.000 tenaga di bidang TI di Indonesia. Angka ini masih relatif sangat kecil jumlahnya jika dibandingkan dengan kubutuhan tenaga TI di dunia.
Namun, bila kebutuhan ini tidak dapat dipenuhi, tak pelak akan menimbulkan krisis sumber daya manusia, khususnya pekerja TI.Untuk menghasilkan SDM yang jumlahnya sangat besar ini diperlukan kerjasama secara intensif antara lembaga-lembaga pendidikan formal (perguruan tinggi, sekolah) dan informal (professional training center). Pendidikan formal, melalui perguruan tinggi, telah terbukti tidak mampu menghasilkan jumlah SDM yang banyak. Kurikulumnya, juga tidak dapat berubah secara cepat mengikuti perkembangan kemajuan teknologi. Padahal, perkembangan dunia TI berlangsung sangat pesat. Oleh sebab itu, lembaga penghasil SDM profesional benar-benar sangat dibutuhkan.Sulitnya, bidang TI ini memiliki rentang bidang yang cukup luas. Latar belakang kebutuhan pendidikannya pun bervariasi. Ada perkerjaan yang membutuhkan banyak inovasi dan teori yang membutuhkan latar belakang pendidikan formal di perguruan tinggi. Akan tetapi ada pula bidang TI yang tidak membutuhkan pendidikan perguruan tinggi dan dapat dilakukan oleh lulusan setingkat SMU/SMK, atau diploma.Karena itu, standar kompetensi dibutuhkan untuk memudahkan bagi perusahaan atau institusi dalam menilai kemampuan (skill) calon karyawan atau karyawannya. Adanya inisiatif untuk membuat standar dan sertifikasi, sangat penting artinya, meski muncul permasalahan akibat beragamnya standar dan sertifikasi yang dikeluarkan. Lazimnya, sebuah standar dan sertifikasi dapat dilakukan oleh badan yang resmi dari pemerintah atau dapat juga mengikuti standar sertifikasi di industri, yang sering juga disebut vendor certification. Vendor certification, seperti sertifikasi dari Microsoft atau Cisco, kenyataannya merupakan standar sertifikasi yang diakui di seluruh dunia. Padahal standar ini dikeluarkan oleh perusahaan, bukan badan sertifikasi pemerintah. Memang, pada intinya, kalangan industri sendiri yang mengetahui standar yang dibutuhkan dalam kegiatannya sehari-hari.Hal ini diakui oleh Kurnijanto E. Sanggono, Marketing Manager PT Cisco System Indonesia. Menurutnya, sertifikasi yang dikeluarkan Cisco diakui secara internasional maupun internasional. Pengakuan oleh industri ini menjadi penting nilainya, karena sebagai penampung SDM, seseorang yang telah memiliki sertifikasi Cisco, ibaratnyatelah memiliki ijasah yang menjamin kemampuan dan keahliannya di bidang tersebut. Sertifikasi ini bertujuan untuk menguji profesionalitas seseorang. Setidaknya ada dua jalur yang bisa di tempuh. Pertama, mereka mengikuti pendidikan terlebih dahulu yang jangka waktunya mulai dari 9 bulan sampai 1 tahun. Biasanya diikuti oleh para mahasiswa dan kadang juga dari pelajar SMK (Sekolah Menengah Kejuruan), yang kita sebut dengan siswa network progress. Kedua, adalah yang dilakukan oleh para profesional, yakni mereka yang sudah tahu tentang networking. Mereka masuk kelas hanya untuk penyegaran. “Biasanya kursus untuk kalangan ini berlangsung antara seminggu hingga sepuluh hari. Setelah itu mereka bisa langsung ikut ujian sertifikasi,” jelas Kurnijanto.Cisco System, yang dikenal sebagai vendor TI khususnya bidang networking, tentu saja membuka kesempatan untuk praktisi TI guna memperoleh ilmu yang mendalam tentang networking. Yang pada gilirannya, jika ia telah mengikuti ujian sertifikasi Cisco, jaminan akan keahlian di bidang ini tidak meragukan lagi dan mendapat pengakuan yang luas.“Sampai saat ini, lebih dari 500 orang telah memiliki sertifikasi Cisco. Kami menggandeng pihak ke tiga yaitu Co-Metrix, Vue dan juga Inixindo untuk melakukan sertifikasi Cisco tersebut. Kami memiliki tiga jenjang sertifikasi, yaitu Associate, Professional dan Expert. Yang konsentrasinya bisa bermacam-macam, seperti network design, security, business networking dan lain sebagainya,” tambahnya.Cisco System Indonesia memiliki organisasi yang di sebut Internet Learning Solution Group. Divisi ini, menurut Kurnijanto, bertugas untuk memonitor pelaksanaan proses sertifikasi yang dilakukan oleh pihak ketiga. “Baik pemberi materi maupun penguji dalam proses perolehan sertifikasi bukan berasal dari Cisco. Lembaga yang berperan sebagai pihak ketigalah yang melakukannya semua. Tentu saja ada kontrol dan pengawasan yang kuat dari kami,” tukas Kurnijanto lagi.Keterlibatan vendor dalam memberikan program sertifikasi tentu saja disambut baik oleh IPKIN (Perhimpunan Masyarakat Komputer dan Informatika Indonesia). Menurut IPKIN perkembangan Teknologi Informasi secara umum dan kebutuhan Indonesia, serta dalam upaya menyiapkan diri untuk era perdagangan global, memang sangat mendesak. Apalagi bidang-bidang yang terkait dengan TI sudah sangat beragam, antara lain Web Developer/Programmer, Web Designer, Database Administrator, System Administrator, Network Administrator, Help Desk, dan Technical Support.Kenyataannya, pengetahuan dan kemampuan harus lebih diperhitungkan dari pada titel di atas kertas. Tetapi, terkadang seseorang harus memiliki keduanya. Apalagi jika ia memiliki profesi sebagai seorang auditor atau konsultan. Sebagai seorang profesional, sertifikasi yang dimiliki harus merefleksikan kemampuan yang sebenarnya. Salah satu caranya adalah memilih sertifikasi yang menekankan pada pengetahuan suatu industri yang luas dan memerlukan pengalaman dalam jangka waktu tertentu sebagai persyaratan. Keterlibatan vendor TI dalam pendidikan bersertifikasi, tentu mempunyai peran besar dalam perkembangan TI di tanah air. Padahal, sejatinya sertifikasi tidak hanya menguntungkan industri ataupun orang yang memiliki sertifikat itu sendiri. Namun, sertifikasi langsung atau tidak langsung memberikan juga manfaat bagi pemerintah. Pemerintah sangat terbantu, karena segi pendidikan informal yang di”buat” oleh vendor terbukti mampu mengisi kekurangan sektor pendidikan, khususnya di bidang TI.Sebaliknya, keuntungan yang diperoleh kalangan industri sebagai pemberi kerja, menjadikan sertifikasi sesuatu yang membangkitkan kesadaran di antara para pemberi kerja tetang nilai-nilai standar profesional dalam meningkatkan kualitas profesional TI. Sedang bagi profesional TI sendiri, sertifikasi dapat mendorong agar mereka dapat melihat nilai-nilai standar dalam profesi dan karir mereka. Bagi masyarakat umum, untuk menyadarkan bahwa Standar Profesional Regional adalah sesuatu yang sangat penting dalam menghasilkan produk dan jasa yang bermutu tinggi. Satu lagi, sertifikat keahlian internasional juga memberi gengsi bagi pemegangnya.jl