Luas wilayah boleh kecil, tapi pikiran tidak harus dekil. Tamsil ini cukup pas untuk menggambarkan kejeniusan para pelaku dan tenaga medis di RSUD (Rumah Sakit Umum Daerah) Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Ketika rumah sakit (RS) di daerah-daerah lain masih gagap merespons perkembangan teknologi informasi (TI) di bidang kesehatan, RSUD Bantul justru melaju kencang. Aplikasi TI di RSUD Bantul, wilayah di propinsi Yogyakarta yang tergolong tidak terlalu kaya, bahkan bisa dibilang minus, itu patut diacungi jempol.
Maklumlah, karena RSUD Bantul bisa dikategorikan sebagai pelopor, bahkan inisiator, aplikasi TI untuk manajemen RS. Ketika kesadaran para pelaku kesehatan terhadap pentingnya TI masih loyo, di RSUD Bantul justru sudah mekar. Sejak 1997 RSUD Bantul sudah melakukan komputerisasi sistem manajemen - bernama Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIM-RS) - dengan menggunakan teknologi LAN (local area network) dan Intranet.
Aplikasi TI tersebut tidak bisa dilepaskan dari figur dr. R.A. Yohannes Indahyanto. Dialah pelopor aplikasi TI di RSUD Bantul. Awalnya, dokter enam anak ini begitu galau menyaksikan amburadul dan semrawutnya manajemen RS tempat ia bekerja. Padahal, begitu pikirnya, mekarnya teknologi komputer dan teknologi informasi, bisa membantu mengatasinya. Makanya, ketika studi S2 Magister Manajemen RS di UGM, Yogyakarta, tahun 1993, ia menyusun tesis tentang pengolahan data elektromagnetik komputerisasi SIM-RS.
Begitu lulus sekolah, ia mulai menyiapkan segala sesuatunya. Kini, RSUD Bantul merupakan satu-satunya RS di Indonesia yang menggunakan SIM-RS dengan bantuan teknologi Intranet. SIM-RS menjadi solusi bagi seorang manajer RS untuk mengambil keputusan dengan cepat dan akurat, dari mana pun juga. Dengan itu, semua kegiatan RS bisa mudah dipantau dari segenap penjuru Tanah Air sepanjang masih tersedia saluran komunikasi. Tidak mustahil seseorang bisa memimpin beberapa RS sekaligus. “Dengan SIM-RS, bahkan seorang direktur bisa memimpin 5 RS sekaligus,” kata Indahyanto. Dari sisi ekonomi, ini merupakan penghematan biaya. Dari sisi masih minimnya sumber daya manusia TI, ini merupakan terobosan luar biasa.
Bagi RS dan para pelakunya, aplikasi SIM-RS bisa memberikan sejumlah keuntungan. Pertama, akan memudahkan RS melayani pasien dan memberi tindakan ke pasien. Kedua, memudahkan kepentingan pembuatan laporan. Informasi tentang apa dan bagaimana RS dengan mudah juga bisa diketahui. Hanya dengan meng-klik menu-menu tertentu yang sudah di-setting, informasi sudah tersedia dalam hitungan menit, bahkan beberapa detik.
Dari sisi arsitekturnya, SIM-RS di RSUD Bantul sudah tergolong cukup lengkap. SIM-RS di sana berisi mulai dari data rekam medis, billing system, inventory, sampai sumber daya manusia. Untuk kategori RS bertipe C (standar RS di kabupaten), ini terkategori bagus. Jadi, selain data pasien, seorang pasien dengan mudah mengetahui berapa biaya yang harus dibayar selama menjalani rawat inap. Karena serba terprogram, datanya pasti akurat dan dijamin benar. Tidak ada manipulasi seperti waktu manual.
Bagi internal RS, SIM-RS sangat membantu dan memudahkan pekerjaan sehari-hari karyawan RSUD Bantul. Mulai dari balas-balasan surat dan pengumuman dari manajer, bisa dilakukan dengan cepat dan mudah. Bahkan, kontak dari luar kota sampai urusan canda-tawa ketika waktu istirahat, semua bisa dilakukan lewat komputer. “Kita menerapkan keterbukaan manajemen. Tidak boleh ada yang tersinggung,” kata Indahyanto. Bahkan, seorang manajer atau atasan, terbuka untuk dikritik oleh siapa pun. Komputerisasi, atau tepatnya digitalisasi manajemen menjamin tegaknya prinsip-prinsip demokrasi.
Untuk menambah wawasan, disediakan pula cuplikan artikel kesehatan yang diambil dari berbagai sumber terpilih. Di antara para dokter sendiri pun mereka bisa melakukan diskusi tentang penanganan sebuah penyakit lewat komputer. Ada pula penyegar pikiran (mind refresh) dan ramalan bintang, sehingga bekerja tidak terlalu tegang dan mengerutkan dahi. Para karyawan, bahkan yang baru sekali pun, dijamin tidak akan gaptek (gagap teknologi) karena SIM-RS dibuat sedemikian rupa sehingga amat user friendly.
Menurut Indahyanto, SIM-RS juga bisa mengurangi kemungkinan kesalahan tindakkan medis. Itu terbukti ketika seorang magister hukum dari UGM menyusun tesis aspek keamanan SIM-RS di RSUD Bantul. Kesimpulanya, teknologi itu melindungi dokter, karyawan, pasien, dan keluarga pasien. Makanya, Indahyanto akan mengembangkannya menjadi SIM-RS aliansi untuk mengintegrasikan beberapa RS. Sudah ada dua peminat, RS Pupuk Kaltim dan RS Ongko Mulyo Jakarta. “Kepentingannya untuk membantu masyarakat,” katanya.
Indahyanto menepis jika TI harus ditebus dengan biaya supermahal. Ketika menyiapkan SIM-RS tahun 1997 (sebelum krisis ekonomi), RSUD Bantul malah cuma merogoh kocek saku sekitar Rp 300 juta untuk membeli software dan membuat jaringan web. Dana itu belum termasuk pembelian 26 unit komputer work station, 2 server, dan distribusi ke semua unit. Untuk RS tipe C (di bawah 200 tempat tidur), kata Indahyanto, diperlukan 30-40 komputer work station.
Saat ini Indahyanto tengah merintis sistem informasi kesehatan seluruh Puskesmas, Dinas Kesehatan, dan RS di seluruh wilayah Bantul. Sebanyak 26 Puskesmas sudah dipasang telepon dan tahun lalu sudah tersambung. Dengan itu, seorang Kepala Dinas Kesehatan dengan mudah bisa mengambil keputusan tanpa perlu menunggu laporan dari bawah seperti selama ini karena informasi dasar sudah disediakan sistem. Selain bertukar informasi, sistem bisa digunakan untuk pelaporan, jawaban kasus pasien, hingga kirim e-mail. “Jika semua terwujud, ini luar biasa. Kita bisa membuat keputusan dari dalam mobil yang terjebak kemacetan,” kata Indahyanto. Enak gila!