SPECIAL COVERAGE

Larangan Tiktok Kembali Ditunda: Drama Belum Selesai
Featured

Larangan Tiktok Kembali Ditunda: Drama Belum Selesai

Menurut survei Pew Research, hanya 34% warga Amerika mendukung larangan TikTok tersebut pada Maret 2025—turun jauh dari 50% pada Maret 2023. Dilarang atau tidak? Pertanyaan itu terus bergema, tapi untuk sementara, TikTok masih akan tetap beroperasi di Amerika Serikat—setidaknya dalam beberapa bulan ke depan.

Pada hari Jumat, Presiden Donald Trump menyatakan bahwa ia akan menandatangani perintah eksekutif untuk kembali menunda penerapan undang-undang “jual atau dilarang” yang sebelumnya telah disahkan oleh Kongres, ditandatangani Presiden Biden tahun lalu, dan bahkan sudah mendapat lampu hijau dari Mahkamah Agung pada Januari lalu.

Dalam pernyataan yang ia unggah di platform Truth Social, Trump menyebut TikTok akan tetap diizinkan beroperasi di AS selama tambahan 75 hari, sementara ia berusaha menyelesaikan kesepakatan penjualan operasional TikTok di AS kepada perusahaan Amerika.

Bagaimana Kita Bisa Sampai di Titik Ini Lagi?
Kisah ini seperti drama tanpa akhir. Setelah TikTok sempat "mati suri" selama satu akhir pekan aneh di Januari, Trump menandatangani perintah eksekutif untuk menunda larangan hingga 5 April, meskipun sebenarnya tidak ada tanda-tanda kesepakatan sedang berlangsung. Penundaan seharusnya hanya diberikan jika ada bukti "kemajuan signifikan" dalam proses penjualan.
Selama sekitar sebulan, TikTok dan aplikasi ByteDance lainnya sempat menghilang dari toko aplikasi di AS, karena Apple dan Google berusaha mematuhi undang-undang tersebut. Namun, akhirnya aplikasi-aplikasi tersebut kembali tersedia pada Februari.
Sejak saat itu, publik seakan-akan lupa akan tenggat waktu 5 April, atau mungkin juga tidak percaya larangan itu benar-benar akan diterapkan. Data dari agensi kreator Billion Dollar Boy menunjukkan bahwa meskipun aktivitas posting kreator TikTok menurun menjelang tenggat Januari, ternyata meningkat 41% menjelang tenggat April.

Dukungan Publik Terus Menurun
Semakin lama drama ini berlangsung, semakin sedikit orang yang mendukung larangan TikTok. Menurut survei Pew Research, hanya 34% warga Amerika mendukung larangan tersebut pada Maret 2025—turun jauh dari 50% pada Maret 2023.

Namun, keputusan akhir sebenarnya berada di tangan pemerintah Tiongkok. Dan dengan kondisi perang dagang antara AS dan Tiongkok yang kembali memanas, pejabat Tiongkok dikabarkan enggan menyetujui kesepakatan apapun. 
Trump sebelumnya mengatakan bahwa ia bersedia mengurangi tarif impor sebagai imbalan agar kesepakatan ini terjadi. Tapi ironisnya, pada Senin pagi ia justru mengancam akan menaikkan tarif baru pada produk-produk impor dari Tiongkok.
Ketegangan ini mengguncang pasar saham global, dan memicu kekhawatiran akan potensi resesi global baru.

Apa Dampaknya bagi TikTok dan Kompetitor?
Jika penjualan tidak terjadi hingga pertengahan Juni, masih sangat mungkin bahwa Trump akan kembali menunda larangan ini—seperti dua kali sebelumnya. Meskipun ini secara teknis bermasalah dari sisi hukum, dan berpotensi berdampak politis. Penundaan ini justru menjadi kabar buruk bagi pesaing TikTok seperti Instagram dan YouTube, yang tampak antusias ingin mengisi kekosongan jika ByteDance benar-benar dilarang. Kedua platform ini dikabarkan akan merilis aplikasi pengeditan video baru yang sangat mirip dengan CapCut milik ByteDance, dan mereka juga mulai mengiklankan fitur Reels dan Shorts secara agresif ke pengguna TikTok belakangan ini.•••

Related Articles

Perubahan Demografi dan Arah Bisnis TI

Perubahan Demografi dan Arah Bisnis TI

Meng-Klik Dokter dari Rumah

Meng-Klik Dokter dari Rumah

Evolusi eBusiness dan Peran Teknologi Standar

Evolusi eBusiness dan Peran Teknologi Standar

GLOBAL TECHNOLOGY GROUP
PT Global Trimitra Mandiri
PT Global Tricitra Moderniti
PT Citra Media Prima

e-mail: halo(@)ebizzasia.com

Magazine

Visitor Counter

000052158638
Today: 6
This Week: 11
This Month: 63
Last Year: 520
Total: 52,158,638
  • Monday - Friday : 08.00 - 17.00 WIB