EXECUTIVE INSIGHTS

Mohamad Ishak: "Perlu Sinergi Menuju Cashless Society."

Mohamad Ishak: "Perlu Sinergi Menuju Cashless Society."

Ke depan, Indonesia akan menerapkan sistem pembayaran mikro bagi berbagai keperluan pembayaran dan pembelanjaan, yang selama ini menggunakan uang kartal bernilai nominal kecil alias recehan.

Sebenarnya, tak ada yang salah dengan sistem atau pola pembayaran suatu transaksi yang menggunakan uang kartal bernilai nilai nominal kecil, misalnya untuk pembelian bensin di SPBU-SPBU, biaya parkir, biaya tol, tagihan telepon, listrik dan air, yang sebagian besar nilainya tidak begitu besar. Untuk pembayaran yang besar-besar, saat inipun sudah dilakukan melalui, antara lain transfer, debet rekening, atau melalui kartu kredit dan sebagainya.

Begitu juga, pembayaran kartu kredit pun, meski sebagiannya sudah dilakukan melalui sistem debet, namun kebanyakan menggunakan sistem pembayaran tunai. Akibatnya, bukan saja dibutuhkan ketersediaan uang kartal bernilai kecil alias recehan yang banyak, sistem pembayaran tunai ini sebenarnya dapat digantikan menggunakan sistem pembayaran elektronik, misalnya menggunakan kartu smart card.

Bukan saja hal itu akan menguntungkan bagi pengguna, melainkan juga bagi penyedia layanan dan Bank Indonesia . Bagi pengguina akan diperoleh kemudahan dan kecepatan dalam bertransaksi, bagi penyedia layanan akan semakin efisien, mudah dan juga aman, Sementara Bank Indonesia sendiri,, hal itu juga dapat mengurangi penyediaan uang kartal, terutama yang bernilai nominal kecil dan sekaligus menghemat biaya.

Untuk mengetahui lebih jauh mengenai hal itu dan sejalan dengan berkembangnya upaya mendorong masyarakat menuju cashless society, eBizzAsia berkesempatan mewawancarai, Mohamad Ishak , Direktur Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran, Bank Indonesia (saat ini mantan), pertengahan Februari 2006 bertempat di kantornya, di kompleks Bank Indonesia, Jakarta Pusat. Berikut petikan selengkapnya:

 {mosimage}
 Mohamad Ishak
Perbankan Indonesia, boleh dikata, sangat intensif menerapkan solusi TI, bagaimana perkembangannya ke depan?

Pada dasarnya, inti dari perbankan itu adalah sistem pembayaran, apakah itu terkait dengan kredit atau operasional devisa. Transaksi pembayaran, dalam pengertian yang luas, bisa tunai atau non-tunai. Karenanya, suka atau tidak suka, semua bank harus mengikuti dan sangat dipengaruhi oleh kemajuan teknologi, terutama teknologi informasi dan komunikasi (TIK).

Saat ini saja, ATM misalnya, telah menjadi suatu perangkat yang sangat banyak digunakan, baik untuk melakukan transaksi, seperti mengecek saldo, membayar tagihan listrik, air, telepon, kartu kredit dan sebagainya maupun, belakangan ini, juga digunakan untuk menyetor uang secara tunai. Itu semua dimungkinkan, terutama karena ditunjang oleh kemajuan teknologi. Apalagi, transaksi antar rekening dalam suatu bank tertentu, kini telah dapat dilakukan secara non-tunai dan real-time .

Semua ini membuat kalangan perbankan dapat melakukan kegiatan bisnisnya secara lebih efisien, cepat dan hemat biaya, meski investasi awalnya cukup besar. Namun, harga per unitnya semakin turun, apalagi kalau digunakan dalam skala besar. Perangkat komputer, jaringan telepon, akses Internet, jaringan dan sebagainya itu, kini harganya samakin turun dibandingkan sebelumnya. Sebaliknya, kemampuannya semakin tinggi dan fitur-fiturnya semakin beragam, sehingga dimungkinkan melakukan berbagai kegiatan bisnis perbankan yang beragam jenis layanannya.

Apa dampak penerapan solusi TI ini bagi kemajuan bisnis perbankan di Indonesia ?

Dalam kondisi sekarang ini, TIK telah menjadi titik persaingan antar bank, khususnya dalam memberikan pelayanan yang semakin mudah, murah dan bahkan, dengan beragam kemungkinan akses dalam melakukan transaksi, seperti melalui ATM, Internet banking, phone banking , SMS banking , dan sebagainya. Bank Indonesia sendiri, sudah cukup lama memperkenalkan berbagai kegiatan yang terkait dengan perbankan nasional berbasis teknologi maju ini, misalnya dengan adanya layanan elektronic clearing , RTGS ( real-time gross settlement ), dan termasuk sistem pelaporan bank-bank ke BI.

Dengan sistem electronic clearing, masing-masing bank cukup memasukkan datanya langsung dari kantornya, baru kemudian sebagai buktinya bank tinggal membawa warkatnya. Hal itu, selain karena didukung teknologi telekomunikasi, BI juga menyediakan layanan Sistem Kliring Nasional (SKN), yang membuat proses kliring menjadi lebih efisien, karena tidak perlu mencetak warkat dan menyediakan tenaga kerja untuk itu.

Sekarang ini, bukan saja sistemnya sudah online , melainkan bank-bank dapat mengirimkan contoh tanda-tangan secara online . Itu semua bukan karena kemajuan sistem perbankan, tetapi karena kemajuan teknologi yang memungkinkan dapat dengan seketika terhubung. Misalnya, saya punya contoh specimen di Jakarta, dan kalau bank di Irian sudah online , maka dengan mudah contoh tanda-tangan itu dapat segera dicocokkan dan biayanya semakin murah.

Bagi nasabah, faktor keamanan jelas sangat penting, bagaimana hal itu diantisipasi?

RTGS misalnya, kini dapat dilakukan dengan mudah, berapa pun nilainya. Tetapi, di balik berbagai kemajuan itu, kakanlah internet banking dan sebagainya itu, ada juga bahayanya, yakni keamanannya.

Sebenarnya, hal itu tak hanya terkait dengan transaksi elektronik atau non-tunai, dalam transaksi perbankan konvensional pun masalah keamanan jelas sangat penting. Karena, tak jarang masih ditemukannya uang palsu dalam transaksi secara tunai, misalnya. Jadi, masalah keamanan transaksi ini harus menjadi perhatian penting, apalagi kalau berbicara kemajuan teknologi, sebab teknologi untuk mencuri datanya pun cukup canggih perkembangannya.

Karenanya, dipererlukan suatu sistem security yang canggih. Untuk mendukung hal itu, maka diperlukan suatu security audit , sehingga masing-masing bank dapat memastikan bahwa sistem transaksi yang dilakukannya aman. Mestinya, hal itu diberitahukan kepada nasabah, sehingga mereka memiliki tingkat keyakinan dalam melakukan transaksi dengan bank-bank tersebut.

Di banyak negara, hal itu dilakukan, misalnya bank-bank di Amerika. Bukan saja hal itu terkait dengan nasabah, melainkan juga bank, karena dimiliknya akuntabilitas yang tinggi. Sementara, bank-bank di sini, tak jarang meski sistem perbankannya tertembus masalah keamanannya, namun hal itu tak diketahui nasabah, dan mereka masih tetap bilang transaksi perbankannya aman. Memang, jika hal itu dilakukan, kemungkinan besar nasabahnya akan lari dan bank bisa tutup.

Dalam kaitan itulah, BI sangat memperhatikan hal tersebut. Pengamanan ini sangat penting, baik bagi bank itu sendiri sehingga tak mengalami kerugian, juga bagi para nasabah yang telah mempercayakan transkasi bisnisnya menggunakan bank tersebut. Ada kewajiban-kewajiban sosial bahwa sebagai regulator, dalam hal ini Bank Indonesia, untuk tidak hanya memperhatikan masalah keamanan bank-bank agar tidak bangkrut, namun nasabahnya juga harus dilindungi dari kemungkinan kerugian, baik terkait dengan transaksi bisnis maupun uangnya.

Bank Indonesia tampaknya mulai mendorong terbangunnya suatu cashless society , bisa dijelaskan?

Cashless society , tidak berarti bahwa kita akan mengalihkan orang untuk tidak menggunakan uang, alias barter. Fase itu sudah lewat. Begitu juga giralisasi, sejak tahun 70-an bank-bank sudah memperkenalkan Tabanas, misalnya, sehingga mendorong semkain banyak orang mengenal perbankan.

Sekarang ini, sebagian besar telah mengenal perbankan, karena institusinya sudah tersedia di mana-mana, bahkan sampai di pedesaan-pedesaan. Sedang sistem giralisasi, kini hanya berlaku untuk pembayaran yang besar-besar. Mungkin, kini tak ada lagi orang yang kalau mau membeli mobil dengan membawa uang tunai sekarung ke showroom . Karena, hal itu dapat dilakukan dengan mudah melalui nota kredit, atau perintah transfer.

Namun, bagaimana dengan transaksi-transaksi yang kecil-kecil, seperti membayar parkir di mal dan gedung perkantoran, membeli bahan-bakar di SPBU-SPBU, membayar tagihan (air, listrik, telepon, kartu kredit dan sebagainya), yang hingga saat ini masih banyak menggunakan uang tunai bernilai nominal kecil-kecil. Kalau pun mereka membayarnya menggunakan uang kartal bernilai besar, tetapi kembaliannya masih membutuhkan uang kecil.

Bukan saja pengguna dan penyedia layanan yang harus menyediakan uang kecil itu, Bank Indonesia juga tak mudah untuk menyediakannya. Selain membutuhkan biaya besar, tak jarang nilai nominal mata uang tidak sebanding dengan nilai bahannya, misalnya sering terjadi pada jenis uang logam. Ini jelas tidak efisien dan membutuhkan biaya besar.

Nah, bagaimana bagaimana membangun suatu solusi yang efisien dan mudah dilakukan, dimana perangkatnya tersedia di mana-mana dan sistemnya benar-benar mendukung. Meski sekarang tersedia kartu-kredit, namun tak mungkin menggunakannya untuk transaksi-transaksi kecil seperti itu. Karenanya, diperlukan suatu sistem pembayaran mikro ( micropayment ) berbasis elektronik alias non-tunai yang efisien dan mudah dilakukan, serta tersedia di mana-mana melayani beragam transaksi yang dibutuhkan masyarakat.

Dengan begitu, cashless society adalah bagaimana masyarakat dapat menggunakan sistem pembayaran mikro berbasis elektronik, yang berarti pembayarannya non-tunai, yang dapat digunakan untuk berbagai transaksi, baik pembayaran maupun pembelanjaan.

Bagaimana hal dapat diwujudkan?

Untuk sampai ke sana , selain dibutuhkan suatu sistem pembayaran mikro yang aman dan efisien, dukungan teknologinya harus handal dan mudah digunakan. Selain itu, sangat dituntut adanya perubahan budaya masyarakat, terutama dari ketergantungannya pada sistem pembayaran tunai ke non-tunai berbasis elektronik.

Yang sangat penting adalah, bukan hanya konsumennya yang harus diubah mindset -nya agar bisa menerima sistem itu, juga para penyedia layanan harus siap menggunakannya, dan bank-bank siap mendukung. Kalau konsumennya mau, tetapi perangkatnya tidak tersedia, yah mana jalan. Lebih dari itu, sistem yang dibangun harus mendorong efisiensi dan kemudahan penggunaannya, sehingga bukan saja sistem pembayarannya yang efisien, tetapi mekanismenya juga. Misalnya menggunakan kartu prabayar didukung akses nirkabel, sehingga transaksinya dapat dilakukan lebih cepat.

Untuk itu perlu diorong solusi itu untuk diterapkan pada berbagai layanan, sehingga akan semakin menarik masyarakat untuk menggunakannya. Karenanya, kalau menggunakan kartu, mestinya dapat digunakan untuk berbagai keperluan lainnya ( multipayment system ), mulai dari pembayaran hingga pembelanjaan, bahkan identitas pribadi.

Sistem seperti apa yang dibutuhkan?

Yang pasti sistem pembayarannya bersifat non-tunai dan berbasis elektronik. Selain aman, juga mudah digunakan. Mampu mendukung sistem pembayaran yang mudah penyediaan dan penggunaannya, dan berbasis nirkabel. Mengapa? Karena hal itu sangat mendukung fleksibilitas dalam penerapannya, misalnya saja jika diterapkan di industri ritel, yang ketika dibutuhkan perubahan, hal itu dapat dilakukan dengan mudah dan cepat, tanpa mengorbankan kualitas pelayanannya.

Dengan sistem berbasis nirkabel, SPBU-SPBU tak perlu lagi menggali untuk memasang kabel dan sistemnya siap digunakan dengan mudah dan efisien. Perangkatnya banyak tersedia dan harganya terjangkau, sehingga akan memperluas penggunaannya, bukan saja oleh penyedia layanan besar, melainkan yang kecil pun dapat memanfaatkannya, seperti restoran, kafe dan sebagainya, termasuk juga armada taksi. Nantinya, bukan saja tersedia sistem pembayarannya, melainkan tanda terimanya pun tercetak.

Dengan sistem pembayaran mikro ini, penyedia layanan akan dimudahkan, karena pendapatannya langsung masuk ke rekeningnya, tanpa perlu lagi membawa-bawa uang tunai. Juga semakin memudahkan dan, adanya kepastian, bahwa pembayaran pajak (PPh pasal 22) yang dibayarkan pengguna dapat langsung masuk ke rekening pemerintah. Nilai strategisnya adalah perlunya transparansi pemerintah terhadap penggunaan hasil-hasil pendapatan pajak dalam peningkatan berbagai layanan publik.

Anda optimis hal itu akan berjalan?

Masalahnya bukan optimis atau tidak, namun sistem ini memang kita perlukan, apalagi saat ini mungkin diterapkan. Ke depan, kita harus mengarah ke sana , karena manfaatnya sangat jelas, baik bagi pengguna, penyedia jasa maupun pemerintah. Bagi Bank Indonesia sendiri jelas sangat membantu. Yang penting, sistem yang dikembangkan harus mampu memberikan manfaat yang optimal dengan biaya yang terjangkau, serta terjadinya perubahan menuju suatu masyarakat yang less cash society.

Mohamad Ishak, Direktur Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran, Bank Indonesia (saat ini mantan)

Related Articles

Sertifikasi TI: Tiket Bersaing di Mancanegara

Sertifikasi TI: Tiket Bersaing di Mancanegara

Meraih Gengsi dengan Sertifikat

Meraih Gengsi dengan Sertifikat

Tahun Baru, Tren Baru di era Teknologi Industri

Tahun Baru, Tren Baru di era Teknologi Industri

GLOBAL TECHNOLOGY GROUP
PT Global Trimitra Mandiri
PT Global Tricitra Moderniti
PT Citra Media Prima

e-mail: halo(@)ebizzasia.com

Magazine

Visitor Counter

000052157709
Today: 7
This Week: 22
This Month: 224
Last Year: 520
Total: 52,157,709
  • Monday - Friday : 08.00 - 17.00 WIB