Mengingat kecilnya angka tersebut, mau tidak mau jalur maskapai asuransi lokal masih mengandalkan pada jalur pemasaran offline atau konvensional. LGII, misalnya mengakui hingga hari ini jumlah agennya mencapai kisaran angka 500. Bandingkan dengan jumlah pegawainya di enam kantor cabang dan satu kantor pusat yang mencapai hanya 200 orang.
Offline Masih Dominan
Umumnya, seperti diakui Direktur Teknik, Drs. Arizal, AIINZ, AAI-K, umumnya agen masih terfokus pada penjualan produk-produk ritel dalam asuransi kerugian. “Untuk pasar-pasar besar masih dikuasai oleh para insurance broker,” ujarnya.
Para insurance broker inilah yang justru berperan dominan dalam perolehan kue dengan porsi besar. Modalnya adalah kepercayaan atau trust dengan korporasi calon nasabah yang diwakilinya. Modal semacam inilah yang tidak dimiliki oleh maskapai asuransi, dan karena posisi tawar-menawar insurance broker praktis lebih kuat dibandingkan maskapai asuransi sendiri. Hanya saja fungsi intermediasi ini tidak terkoordinasi dan terkesan menjadi mata rantai yang hilang dalam bisnis asuransi.
Fungsi intermediasi tersebut diperkirakan akan lebih terkoordinasikan dan menjadi lebih terintegrasi bila ada bursa asuransi seperti yang dilontarkan oleh Jos Luhukay, Partner Ernst & Young. Menurut Luhukay, yang juga pengamat TI, kehadiran bursa akan bisa melibatkan maskapai asuransi, perantara asuransi dan reasuransi secara lebih luas dalam proses tawar-menawar. Di samping itu, akan membuatnya lebih transparan. Kini upaya mendirikan bursa asuransi sedang dalam tahapan persiapan dengan melibatkan sejumlah kalangan.
Sejalan dengan itu, Indra M. Utoyo, Project Director e-Business PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk., mengutarakan bahwa pihaknya sedang dalam persiapan pembangunan jaring kerja cyber insurance atau e-insurance. Jaring kerja tersebut akan meletakkan maskapai reasuransi sebagai center dari aktivitas tersebut.
Diperkirakan, pada tahap awalnya, jaringan kerja tersebut akan melibatkan sekitar seratus maskapai asuransi dan reasuransi. Namun, hingga kini, seperti diakui Indra, Telkom terpaksa melakukan penundaan terhadap proyek ini karena memprioritaskan pada pembangunan jaringan kerja perbankan yang diakuinya memang lebih rumit.
Perlu Waktu untuk Pengembangan
Sekalipun awalnya bertujuan going global, website LGII tak hanya berisikan informasi korporasi yang berguna untuk para calon mitra dan mitra kerjanya. Tapi juga berfungsi sebagai saluran penjualan dan pemasaran online. Dengan saluran online, para calon nasabah tidak hanya bisa melakukan transaksi pembelian polis secara online. Melainkan cukup dengan mengisi formulir yang sudah ada dan mengirim balik segara setelah diisi. Selanjutnya akan diproses secara internal sebelum polis diterbitkan.
Sekalipun awalnya bertujuan going global, website LGII tak hanya berisikan informasi korporasi yang berguna untuk para calon mitra dan mitra kerjanya. Tapi juga berfungsi sebagai saluran penjualan dan pemasaran online. Dengan saluran online, para calon nasabah tidak hanya bisa melakukan transaksi pembelian polis secara online. Melainkan cukup dengan mengisi formulir yang sudah ada dan mengirim balik segara setelah diisi. Selanjutnya akan diproses secara internal sebelum polis diterbitkan.
Sekalipun awalnya bertujuan going global, website LGII tak hanya berisikan informasi korporasi yang berguna untuk para calon mitra dan mitra kerjanya. Tapi juga berfungsi sebagai saluran penjualan dan pemasaran online. Dengan saluran online, para calon nasabah tidak hanya bisa melakukan transaksi pembelian polis secara online. Melainkan cukup dengan mengisi formulir yang sudah ada dan mengirim balik segara setelah diisi. Selanjutnya akan diproses secara internal sebelum polis diterbitkan.
Namun, untuk menghindari masalah pertanggungan fiktif maka diperlukan konfirmasi apakah obyek masih ada dan dimiliki oleh tertanggung saat polis diserahkan. Jadi, unsur prudent masih tetap disyaratkan dan diimplementasikan agar tidak terjadi pertanggungan fiktif.
Ketika ditanyakan masalah pembayaran elektronik, Suriyadi mengakui bahwa hal itu sulit dilakukan karena melibatkan pihak ketiga yaitu perbankan. “Sulit sekali untuk meminta koneksivitas dengan perbankan karena ada berbagai pertimbangan tertentu,” ujarnya. Namun ia mengungkapkan bahwa pihaknya sedang dalam persiapan untuk meningkatkan pelayanan online ke pada para nasabahnya.
Hal serupa juga diakui oleh Arizal, melihat bahwa untuk melakukan pembayaran online diperlukan sejumlah persiapan yang lebih matang. Namun, hingga saat ini pihaknya tengah mempersiapkan sistem yang akan bisa menampilkan pembayaran dalam jaring kerja internal korporasi. “Kalau ada suatu transaksi pembayaran maka semua kantor cabang dan kantor pusat akan bisa melihatnya secara real time,” ujarnya.
Retail dan Life Lebih Berpeluang
Untuk penjualan dan pemasaran, Arizal melihat bawah produk ritel seperti pertanggungan untuk rumah, kendaraan dan kesehatan merupakan produk yang bisa dilakukan penjualan dan pemasarannya melalui penggelaran Sistem Informasi. Menurutnya, agen-agen yang menjual produk ini cukup dengan hanya memiliki perangkat mobil atau statik yang telah diinstal software produk dan bisa melayani calon nasabah. Secara real time pun mereka bisa melakukan transaksi dan pembayaran yang sifatnya tunai.
Produk-produk ritel ini memiliki kesamaan dengan meniadakan berbagai perbedaan individual melalui penerapan karakteristik tertentu. Paling-paling yang membedakan, misalnya dalam kasus asuransi kesehatan, adalah medical record dari masing-masing calon nasabah. Sementara unsur risiko sudah dieliminir sedemikian rupa sehingga muncul kesamaan-kesamaan. Itu sebabnya Arizal melihat, penjualan online akan memunculkan produk-produk generik. Artinya, satu produk akan kian menyerupai produk lainnya sekalipun dikeluarkan dari maskapai asuransi kerugian umum yang berbeda.
Sebenarnya, yang paling diuntungkan dengan adanya e-insurance ini adalah maskapai asuransi jiwa. Mengapa? Karena produk-produk yang ditawarkan mirip dengan produk-produk ritel dari maskapai asuransi kerugian umum. Bahkan, mereka cenderung lebih generik lagi. Tidak heran bila agen penjualan dari sebuah maskapai asuransi jiwa terkenal telah dilengkapi dengan mobile device yang telah diinstal berbagai software produknya. Begitu proses tawar-menawar dan registrasi online selesai dilakukan, nasabah secara otomatis telah menjadi tertanggung. Tinggal menunggu penerbitan proses yang memakan waktu sehari atau dua hari.
Produk-produk komersial atau korporasi, Arizal mengakui sulit untuk melakukan penjualan secara online. Bukan saja masalah kepercayaan yang biasanya digenggam oleh maskapai perantara asuransi seperti yang dikemukan di atas. Tapi juga adanya karakterisitik tertentu yang mengharuskan adanya proses-proses pengecekan secara langsung di lapangan. Pertimbangan akan moral hazard pun akan menjadi fokus perhatian yang besar dalam melakukan penjualan secara online. Akibatnya, waktu yang dibutuhkan untuk bisa menerbitkan sebuah polis menjadi panjang.
Menurut Suriyadi, implementasi TI justru bisa mempersingkat waktu proses secara internal. Hanya saja ia tidak bisa memperikarakan secara pasti berapa banyak waktu yang bisa dipersingkat itu. Itu sebabnya, untuk produk-produk komersial atau korporasi, kebanyakan website lebih bersifat memuat informasi secara panjang lebar.
Untuk penjualan online secara mobile, para agen kini sudah bisa dilengkapi dengan software produk yang telah diinstalkan pada mobile device yang dimilikinya sehingga bisa melakukan penjualan dan registrasi online di mana pun dan kapan pun. Tapi produk serupa bisa pula dikemas dalam paket khusus dan dipasarkan secara eksklusif oleh sebuah perusahaan perantara asuransi.
Berbeda dengan keduanya, PT. Asuransi Astra Buana yang bermarkas di Cilandak, Jakarta Selatan, telah lama mengimplementasikan pembayaran online dengan memanfaatkan jaring kerja transaksi kartu kredit. Bukankah kartu kredit sesuatu yang kini kian jamak dimiliki dan dipergunakan oleh kaum urban di Indonesia? Bisa dikatakan pelayanan e-insurance AAB memiliki range yang paling padat. Seorang calon nasabah tidak hanya bisa memperoleh informasi mengenai produk dan layanan dalam websitenya. Tapi, juga bisa melakukan simulasi perhitungan klaim yang harus dibayarkan. Ini tentu akan memudahkan calon nasabah karena sudah terintegrasi dengan pembayaran elektonik melalui penggunaan kartu kredit.
Dengan mengimplementasikan TI, sebenarnya bukan hanya tujuan going global bisa direngkuh. Tapi, memperlebar jangkaun pasar sekaligus membangun citra perusahaan bisa dilakukan sekaligus. Bayangkan bila tidak ada pembangunan saluran penjualan dan pemasaran online, berapa banyak waktu dan biaya yang harus terbuang guna mendirikan sebuah kantor cabang. Artinya, TI telah menyediakan kantor cabang digital yang bisa diakses calon-calon nasabah potensial dari berbagai pelosok. Suriyadi melihat potensi e-insurance terutama dari sisi penjualan masih besar. “Orang masih ragu–ragu ketika internet banking dimulai, namun sekarang orang malahan kerajingan untuk menggunakannya, ujar Suriyadi.•••